Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan penyelarasan 35 program studi yang dibutuhkan industri saat ini untuk diterapkan pada kurikulum di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ini merupakan hasil dari pelaksanaan program pendidikan vokasi yang diluncurkan Kemenperin dengan mengusung konsep link and match antara SMK dengan industri.
“Program studi yang belum pernah ada, itu di antaranya adalah teknik ototronik dan teknik audio video. Ini yang tengah dibutuhkan oleh sektor industri automotif. Kemudian, ada juga teknik robotik,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (17/12/2017).
Kompetensi keahlian lainnya, yaitu teknik permesinan, instalasi pemanfaatan listrik, elektronika, kimia industri, pengelasan, perbaikan bodi automotif, pemeliharaan mekanik industri, konstruksi kapal baja, mekatronika, alat berat, dan pengecoran logam. Kemudian, teknikpembuatan benang, produksi pakaian jadi, furnitur, kontrol mekanik,manajemen pergudangan, dan pelayanan produksi.
Menperin menegaskan, kompetensi sumber daya manusia (SDM) industri harus terus dibangun guna mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing sektor manufaktur nasional. Apalagi, sektor menufaktur selama ini menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui kontribusi dari pajak, cukai, dan ekspor yang nilainya cukup besar.
Airlangga menjelaskan, Kemenperin menjadi koordinator dalam implementasi program pendidikan vokasi secara nasional. “Dari empat tahap yang telah kami launching untuk program link and match SMK dengan industri, sebanyak 415 industri dan 1.245 SMK yang terlibat, dengan menghasilkan 254.037 tenaga kerja bersertifikat,” ujarnya.
Saat ini, Kemenperin memiliki sembilan SMK kejuruan, sembilan politeknik dan satu akademi komunitas yang menjadi rujukan bagi pengembangan pendidikan vokasi dengan sistem yang berbasis kompetensi serta link and match dengan dunia industri. “Kami telah menerapkan 70% praktik dan 30% teori. Makanya, 98% lulusan kami terserap kerja, bahkan sudah dipesan industri,” ungkapnya.
Namun, kalau hanya mengandalkan lulusan per tahun dari unit pendidikan vokasi Kemenperin tersebut, tidak akan mencukupi permintaan sektor industri untuk penyerapan tenaga kerja kompeten yang cukup banyak. “Oleh karena itu, diperlukan replikasi yang telah kami lakukan melalui program link and match. Jadi, satu industri bisa membina lima SMK dan satu SMK bisa dibina lebih dari satu industri,” tuturnya.
Sumber: https://ekbis.sindonews.com